Seolah belum cukup menyakiti umat dengan janji-janji
manis yang tampaknya hanya candaan, rezim lagi-lagi membuat umat kecewa dengan
membekunya pemerintahan tatkala mendengar kabar duka menghampiri umat Islam
Uyghur. Saudara se-aqidah yang seharusnya ibarat satu tubuh, tak didengar jeritannya
oleh rezim ini. Rezim takluk dan tunduk dibawah tekanan China yang telah ‘berjasa’
memberikan banyak hutang kepada negara. Sehingga rezim hanya mengangguk patuh
ketika diberikan syarat kesepakatan bahwa pemerintah Indonesia tak boleh ikut
campur dengan apapun yang terjadi di China.
Sungguh miris ketika negeri bermayoritas muslim
(dengan jumlah populasi muslim terbesar bahkan) justru diam ketika saudara
seiman terancam kebebasan beragamanya. Umat muslim di Uyghur dipaksa
menghilangkan keislaman mereka dan sama sekali tidak boleh menerapkan islam dalam
kehidupan sehari-hari. Seolah-olah itu belum cukup mengerikan, para anak-anak
kecil dimasukkan ke panti asuhan dan dipisahkan dari orangtua mereka, para muslimah
diperkosa dan dipaksa menikah dengan suka Han China yang jelas-jelas berbeda keyakinan
dan aqidah. Para pemuda dan orang-orang tua dimasukkan paksa ke dalam camp-camp
mengerikan yang mereka sebut camp re-education (pendidikan ulang). Semua dilakukan
agar islam redup dalam jiwa muslim-muslimah Uyghur. Sementara kita di
Indonesia? Terlalu segan menyuarakan aksi pembelaan hanya karna mengingat “betapa
baik hatinya” China meminjamkan hutang. Terlalu segan hingga dengan tega
menghilangkan sisi kemanusiaan untuk membantu muslim Uyghur menyuarakan hak
keadilan.
Maka jika diperhatikan jelaslah tampak siapa yang
kini intoleran. Islam atau mereka (musuh-musuh islam)? Ketika mereka berteriak
islam intoleran hanya karena menolak melakukan hal-hal yang dinggap
bertentangan dengan syariah islam, mereka malah melakukan sesuatu yang
jelas-jelas lebih intoleran dan jauh dari aksi kemanusiaan. Pembombardiran
Gaza, kekacauan Syiria, penjajahan di tanah Palestina, pelarian muslim Myanmar,
semua terjadi dengan begitu mengenaskan dan bahkan sampai menghilangkan nyawa,
hanya karena mereka berbeda aqidah dan agama. Dan mereka masih berani-berani
menyebut Islam intoleran?
Dan lagi-lagi. Rezim diam. Dan parahnya malah menjalin
kerja sama dengan orang-orang yang nyata-nyata merupakan musuh Islam.
Rindu rasanya ketika membaca sejarah, bagaimana
Islam di bawah kekhilafahan Umar bin Khatab begitu bermartabat dan disegani. Bagaimana
Islam di bawah kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz yang begitu makmur dan
sejahtera. Atau bagaimana kekhilafahan Islam di masa Abbasiyah yang
pendidikannya begitu maju dan berpengaruh. Bahkan toleransi yang dipraktekkan pada
masa Utsmani diakui kebenarannya oleh seorang orientalis Inggris, TW Arnold
yang berkata, “The treatment of their
Christian subjects by the Ottoman emperors—at least for two centuries after
their conquest of Greece—exhibits a toleration such as was at that time quite
unknown in the rest of Europe (Perlakuan terhadap warga Kristen oleh
pemerintahan Khilafah Turki Utsmani—selama kurang lebih dua abad setelah
penaklukan Yunani—telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya
tidak dikenal di daratan Eropa).” (The Preaching of Islam: A History of the
Propagation of the Muslim Faith, 1896, hlm. 134). Mereka semua hidup dengan
mempraktekkan hukum-hukum Islam dan berhasil mendapatkan rahmat dan kesejahteraan
dengan Islam itu sendiri.
Sementara kita? Dengan sombongnya mencampakkan hukum
islam buatan Allah dan menggantinya dengan hukum selain Islam buatan manusia. Padahal
jika kita mau berpikir akan kita dapati bahwa memang tak ada yang lebih baik selain
hukum Islam. Hukum yang datang dari Sang Pencipta Segala Sesuatu. Dan kenapa,
justru malah hukum dari Sang Pencipta ini yang kita campakkan? Semoga ini dapat menjadi bahan renungan.
#HaramPilihPemimpinIngkarJanji
#HaramPilihPemimpinAntekAsingAseng
#IslamSelamatkanNegeri
#KhilafahAjaranIslam