Bidadari-Bidadari Surga menceritakan tentang lima bersaudara yang luar biasa; Laisa (Nirina Zubir), Dalimunthe (Nino Fernandez), Ikanuri (Adam Zidni), Wibisana (Frans Nicholas), dan Yashinta (Nadine Chandrawinata).
Kak Lai, atau Kak Laisa, sulung yang dengan keterbatasan fisiknya, dianggap buruk rupa, tampak berbeda dari empat saudaranya yang lain. Namun, ketulusan hatinya, kegigihannya, pengorbanan dan perjuangannya yang luar biasa mampu membawa kehidupan keluarga dari kekurangan menjadi jauh lebih baik dan berkecukupan. Kak Lai yang menanamkan kedisiplinan dalam mendidik adik-adiknya, selalu tegar, rela mengesampingkan rasa takutnya sendiri demi menyelamatkan adiknya.
Dalimunthe yang pintar diceritakan sebagai seorang profesor muda. Sangat menghormati Laisa sebagai kakaknya dan penuh rasa berat ketika harus melangkahi Laisa untuk menikahi gadis pilihannya. Adegan kakak adik yang menyentuh ketika Dali memeluk Laisa berlatar perkebunan strawberry. Sayangnya, ketika Dalimunthe presentasi tidak menampilkan topik tentang fakta bulan pernah terbelah kaitannya dengan mukjizat Nabi Muhammad dan teori tentang badai elektromagnetik antar galaksi di hari kiamat kelak. Padahal satu scene ini sangat melekat di benak saya ketika membaca versi novelnya.
Yashinta kecil diperankan begitu manis oleh Chantiq Schargerl. Episode masa kecil Yashinta bersama Kak Lai yang terkenang adalah sesi melihat berang-berang.
“Kakak cantik kalau senyum, sayangnya Kak Lai jarang senyum.” Percakapan satu arah oleh Yash yang dibalas Laisa dengan perubahan ekspresi wajah. Nadine Chandrawinata menggantikan Chantiq dalam peran Yashinta versi dewasa.
Tahun demi tahun berlalu, usia Kak Lai semakin tidak muda, namun tak jua bertemu jodohnya. Baik Dalimunthe, Ikanuri-Wibisana, maupun Yashinta, merasa prihatin dan tetap mengusahakan jodoh untuk kakaknya. Ketika Laisa bertemu seorang bernama Dharma yang mampu melambungkan hatinya, namun harus terbentur pada keadaan penerimaan sebagai istri kedua.
Penderitaan Laisa seolah tidak hanya berhenti pada urusan jodoh. Kangker paru-paru menggerogoti tubuhnya, tetapi Laisa tetap bersikap ikhlas, semangat menebar kebaikan, membuat orang-orang semakin takzim terhadapnya. Sangat disayangkan ketika ending film justru menampilkan empat bersaudara Dali-Ikanuri-Wibisana-Yashinta yang melepas kepergian Kak Laisa-nya.
Pesan moral yang ingin disampaikan adalah Laisa, seorang tokoh fiktif, namun dapat dijadikan panutan, contoh teladan yang telah purna tugasnya di dunia, menunaikan manfaatnya untuk orang-orang di sekelilingnya. Penuh ikhlas, tanpa harapan mendapat imbalan duniawi, hanya mengharap ridhoNya, dan Allah menjanjikan surga bagi orang-orang berhati mulia seperti Laisa. Kak Laisa juga mengajarkan kerja keras, keprihatinan, perjuangan untuk jaminan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
0 komentar:
Posting Komentar