Gadis
itu menyayangi teman-temannya. Sangat.
Mereka
adalah karunia Allah dan merupakan bagian hidup yang tak terpisahkan dari
dirinya. Dia mampu memaafkan mereka semua bahkan jika mereka telah menyakiti
atau melukai perasaannya. Dia masih bisa tersenyum jika orang yang menyakitinya
itu adalah temannya.
Tapi
bagaimana jika yang menyakiti teman-teman yang disayanginya itu adalah dirinya
sendiri?
Hari
ini gadis itu melukai tangan temannya tanpa sengaja. Temannya mengejutkannya
dengan menyentuh tengkuknya dan membuatnya merasa geli. Karena kaget, gadis itu
refleks berdiri sambil berusaha menjauhkan tangan temannya itu dari tengkuknya
yang terasa merinding.
Memang,
semua terjadi begitu cepat dan peristiwa itu terjadi bukanlah kesalahannya.
Tapi fakta bahwa kukunya telah meninggalkan luka gores di tangan temannya itu
membuatnya entah bagaimana merasa marah pada dirinya sendiri.
Dia
melukai temannya. Tanpa sengaja memang, tapi berhasil membuat segala rasa
bersalah dalam dirinya memuncak dan berubah menjadi air mata. Tapi sialnya, air
mata dari rasa bersalah dan penyesalannya berubah menjadi luka baru bagi
temannya.
Karena
kerapuhan jiwa yang tak sanggup dibendungnya, dia terus menangis dan menimbulkan
begitu banyak konflik bagi teman-temannya.
Akhirnya
gadis itu menyadari, bahwa air matanya adalah pedang, yang mampu mengundang
segala bentuk pertengkaran. Seperti yang terjadi kemarin dan beberapa bulan
silam.
Flash
back
Beberapa
bulan yang lalu...
Gadis itu memandang seksama
belalang besar yang ada di hadapannya. Dihadapan temannya lebih tepatnya. Dia
tidak mau dan tidak akan pernah berada dalam jarak dekat dengan serangga
berukuran besar. Karena hewan-hewan itu entah bagaimana mampu membuat seluruh
bulu kuduknya meremang.
Serangga hijau besar itu—oh
baiklah, namanya belalang—berpindah ke tangan temannya yang lain. Saat itu
gadis tersebut merasa cukup lega, karena belalang besar itu tidak lagi berada
di depannya dan berhenti membuatnya merinding.
Tapi tiba-tiba, teman-temannya
berseru bahwa belalang itu hinggap di punggungnya. Karena rasa ngeri serta
takut yang menjalar dengan cepat, gadis itu melompat, melonjak-lonjak seperti
orang gila, berusaha sekuat tenaga mengenyahkan belalang itu dari punggungnya.
Kelakuan anehnya itu tentu saja menimbulkan tawa dari teman-temannya yang lain.
Barulah ketika belalang itu berhasil diambil oleh temannya, dia mulai menyadari
bahwa dadanya terasa begitu sesak dan tubuhnya terasa lemas sekali.
Dia masih ingat dengan jelas betapa
ketakutan akan belalang besar itu telah membuat tubuhnya bergetar hebat. Dan
tanpa bisa dikendalikan, air matanya merebak, membuat tubuhnya berguncang hebat
karena isakan dan bercampur dengan getaran hebat yang ditimbulkan oleh belalang
besar itu.
Semua temannya mulai merasa cemas
dan merasa khawatir, tidak menyangka akan reaksi mengejutkan yang diperlihatkan
gadis itu. Tentu saja, mana ada manusia yang bisa berguncang hebat seperti itu
hanya karena seeokar belalang? Reaksi gadis itu menimbulkan berbagai kecemasan,
hingga menyebabkan aksi salah menyalahkan.
Salah seorang teman laki-laki gadis
itu, menyalahkan seorang laki-laki yang merupakan anak baru di kelas itu. Anak
baru itu membantah bahwa dia sama sekali tidak sengaja melempar belalang itu ke
punggung gadis tersebut. Tapi teman laki-lakinya itu bersikeras bahwa anak baru
ini bersalah dan menyuruhnya meminta maaf.
Dan pertengkaran pun tak bisa
dihindarkan.
Nyaris saja terjadi baku hantam
jika teman-teman yang lain tidak segera melerai mereka.
**
Air
mata gadis itu dengan cepat mengundang perkelahian.
Dan
gadis itu baru menyadarinya hari ini. Ketika dia menghabiskan berbelas-belas
menit untuk menangis.
Benar.
Dia menangis cukup lama, sehingga teman-temannya juga ikut pulang lebih lama hanya
untuk menenangkannya yang terisak, membuatnya lagi-lagi merasa bersalah.
Karena
menanggung rasa bersalah itu, amat berat baginya.