Sabtu, 23 Juli 2016

Feel Guilty





Gadis itu menyayangi teman-temannya. Sangat.
Mereka adalah karunia Allah dan merupakan bagian hidup yang tak terpisahkan dari dirinya. Dia mampu memaafkan mereka semua bahkan jika mereka telah menyakiti atau melukai perasaannya. Dia masih bisa tersenyum jika orang yang menyakitinya itu adalah temannya.
Tapi bagaimana jika yang menyakiti teman-teman yang disayanginya itu adalah dirinya sendiri?
Hari ini gadis itu melukai tangan temannya tanpa sengaja. Temannya mengejutkannya dengan menyentuh tengkuknya dan membuatnya merasa geli. Karena kaget, gadis itu refleks berdiri sambil berusaha menjauhkan tangan temannya itu dari tengkuknya yang terasa merinding.
Memang, semua terjadi begitu cepat dan peristiwa itu terjadi bukanlah kesalahannya. Tapi fakta bahwa kukunya telah meninggalkan luka gores di tangan temannya itu membuatnya entah bagaimana merasa marah pada dirinya sendiri.
Dia melukai temannya. Tanpa sengaja memang, tapi berhasil membuat segala rasa bersalah dalam dirinya memuncak dan berubah menjadi air mata. Tapi sialnya, air mata dari rasa bersalah dan penyesalannya berubah menjadi luka baru bagi temannya.
Karena kerapuhan jiwa yang tak sanggup dibendungnya, dia terus menangis dan menimbulkan begitu banyak konflik bagi teman-temannya.
Akhirnya gadis itu menyadari, bahwa air matanya adalah pedang, yang mampu mengundang segala bentuk pertengkaran. Seperti yang terjadi kemarin dan beberapa bulan silam.

Flash back
Beberapa bulan yang lalu...

Gadis itu memandang seksama belalang besar yang ada di hadapannya. Dihadapan temannya lebih tepatnya. Dia tidak mau dan tidak akan pernah berada dalam jarak dekat dengan serangga berukuran besar. Karena hewan-hewan itu entah bagaimana mampu membuat seluruh bulu kuduknya meremang.
Serangga hijau besar itu—oh baiklah, namanya belalang—berpindah ke tangan temannya yang lain. Saat itu gadis tersebut merasa cukup lega, karena belalang besar itu tidak lagi berada di depannya dan berhenti membuatnya merinding.
Tapi tiba-tiba, teman-temannya berseru bahwa belalang itu hinggap di punggungnya. Karena rasa ngeri serta takut yang menjalar dengan cepat, gadis itu melompat, melonjak-lonjak seperti orang gila, berusaha sekuat tenaga mengenyahkan belalang itu dari punggungnya. Kelakuan anehnya itu tentu saja menimbulkan tawa dari teman-temannya yang lain. Barulah ketika belalang itu berhasil diambil oleh temannya, dia mulai menyadari bahwa dadanya terasa begitu sesak dan tubuhnya terasa lemas sekali.
Dia masih ingat dengan jelas betapa ketakutan akan belalang besar itu telah membuat tubuhnya bergetar hebat. Dan tanpa bisa dikendalikan, air matanya merebak, membuat tubuhnya berguncang hebat karena isakan dan bercampur dengan getaran hebat yang ditimbulkan oleh belalang besar itu.
Semua temannya mulai merasa cemas dan merasa khawatir, tidak menyangka akan reaksi mengejutkan yang diperlihatkan gadis itu. Tentu saja, mana ada manusia yang bisa berguncang hebat seperti itu hanya karena seeokar belalang? Reaksi gadis itu menimbulkan berbagai kecemasan, hingga menyebabkan aksi salah menyalahkan.
Salah seorang teman laki-laki gadis itu, menyalahkan seorang laki-laki yang merupakan anak baru di kelas itu. Anak baru itu membantah bahwa dia sama sekali tidak sengaja melempar belalang itu ke punggung gadis tersebut. Tapi teman laki-lakinya itu bersikeras bahwa anak baru ini bersalah dan menyuruhnya meminta maaf.
Dan pertengkaran pun tak bisa dihindarkan.
Nyaris saja terjadi baku hantam jika teman-teman yang lain tidak segera melerai mereka.

**
Air mata gadis itu dengan cepat mengundang perkelahian.
Dan gadis itu baru menyadarinya hari ini. Ketika dia menghabiskan berbelas-belas menit untuk menangis.
Benar. Dia menangis cukup lama, sehingga teman-temannya juga ikut pulang lebih lama hanya untuk menenangkannya yang terisak, membuatnya lagi-lagi merasa bersalah.
Karena menanggung rasa bersalah itu, amat berat baginya. 


0 komentar:

Posting Komentar