Sabtu, 23 Juli 2016

The Nosebleed






Darah.
Salah satu hal yang dibenci gadis itu di atas dunia. Tapi sialnya, darah yang dibenci gadis itu malah meluncur deras dari hidungnya. Setiap hari.
Yah, dia tahu itu disebut mimisan, gadis itu hanya... tidak menyukai sebutan itu. Kata mimisan... terdengar mengerikan di telinganya.
Awalnya gadis itu hanya mengabaikannya dan mencoba berpikir bahwa hal itu terjadi hanya karena dia kelelahan. Tapi semua pikiran positifnya hilang sudah ketika hal itu berlangsung setiap hari.
Dan ketakutannya memuncak, ketika dia yakin bahwa darah yang keluar—oh baiklah, namanya mimisan—itu bukan karena gadis tersebut kelelahan. Karena darah itu bahkan mengalir keluar ketika dia baru bangun tidur. Kegiatan yang menurutnya tidak menguras tenaga sama sekali.
Hari ini hujan. Aktivitas alam yang paling disukainya. Tapi kenapa darah yang sangat dibencinya malah keluar pada saat-saat hal yang paling disukainya turun?
Dan entah kenapa di saat-saat seperti ini gadis itu mendadak bergidik ngeri membayangkan berbagai macam penyakit yang mungkin saja diidap oleh tubuhnya tanpa sepengetahuannya sendiri.
Lalu sekarang apa? Periksa ke rumah sakit?
Dan itu berarti dia harus dengan sukarela melangkahkan kakinya ke dalam bangunan yang beraroma mengerikan itu. Rumah sakit.

Feel Guilty





Gadis itu menyayangi teman-temannya. Sangat.
Mereka adalah karunia Allah dan merupakan bagian hidup yang tak terpisahkan dari dirinya. Dia mampu memaafkan mereka semua bahkan jika mereka telah menyakiti atau melukai perasaannya. Dia masih bisa tersenyum jika orang yang menyakitinya itu adalah temannya.
Tapi bagaimana jika yang menyakiti teman-teman yang disayanginya itu adalah dirinya sendiri?
Hari ini gadis itu melukai tangan temannya tanpa sengaja. Temannya mengejutkannya dengan menyentuh tengkuknya dan membuatnya merasa geli. Karena kaget, gadis itu refleks berdiri sambil berusaha menjauhkan tangan temannya itu dari tengkuknya yang terasa merinding.
Memang, semua terjadi begitu cepat dan peristiwa itu terjadi bukanlah kesalahannya. Tapi fakta bahwa kukunya telah meninggalkan luka gores di tangan temannya itu membuatnya entah bagaimana merasa marah pada dirinya sendiri.
Dia melukai temannya. Tanpa sengaja memang, tapi berhasil membuat segala rasa bersalah dalam dirinya memuncak dan berubah menjadi air mata. Tapi sialnya, air mata dari rasa bersalah dan penyesalannya berubah menjadi luka baru bagi temannya.
Karena kerapuhan jiwa yang tak sanggup dibendungnya, dia terus menangis dan menimbulkan begitu banyak konflik bagi teman-temannya.
Akhirnya gadis itu menyadari, bahwa air matanya adalah pedang, yang mampu mengundang segala bentuk pertengkaran. Seperti yang terjadi kemarin dan beberapa bulan silam.

Flash back
Beberapa bulan yang lalu...

Gadis itu memandang seksama belalang besar yang ada di hadapannya. Dihadapan temannya lebih tepatnya. Dia tidak mau dan tidak akan pernah berada dalam jarak dekat dengan serangga berukuran besar. Karena hewan-hewan itu entah bagaimana mampu membuat seluruh bulu kuduknya meremang.
Serangga hijau besar itu—oh baiklah, namanya belalang—berpindah ke tangan temannya yang lain. Saat itu gadis tersebut merasa cukup lega, karena belalang besar itu tidak lagi berada di depannya dan berhenti membuatnya merinding.
Tapi tiba-tiba, teman-temannya berseru bahwa belalang itu hinggap di punggungnya. Karena rasa ngeri serta takut yang menjalar dengan cepat, gadis itu melompat, melonjak-lonjak seperti orang gila, berusaha sekuat tenaga mengenyahkan belalang itu dari punggungnya. Kelakuan anehnya itu tentu saja menimbulkan tawa dari teman-temannya yang lain. Barulah ketika belalang itu berhasil diambil oleh temannya, dia mulai menyadari bahwa dadanya terasa begitu sesak dan tubuhnya terasa lemas sekali.
Dia masih ingat dengan jelas betapa ketakutan akan belalang besar itu telah membuat tubuhnya bergetar hebat. Dan tanpa bisa dikendalikan, air matanya merebak, membuat tubuhnya berguncang hebat karena isakan dan bercampur dengan getaran hebat yang ditimbulkan oleh belalang besar itu.
Semua temannya mulai merasa cemas dan merasa khawatir, tidak menyangka akan reaksi mengejutkan yang diperlihatkan gadis itu. Tentu saja, mana ada manusia yang bisa berguncang hebat seperti itu hanya karena seeokar belalang? Reaksi gadis itu menimbulkan berbagai kecemasan, hingga menyebabkan aksi salah menyalahkan.
Salah seorang teman laki-laki gadis itu, menyalahkan seorang laki-laki yang merupakan anak baru di kelas itu. Anak baru itu membantah bahwa dia sama sekali tidak sengaja melempar belalang itu ke punggung gadis tersebut. Tapi teman laki-lakinya itu bersikeras bahwa anak baru ini bersalah dan menyuruhnya meminta maaf.
Dan pertengkaran pun tak bisa dihindarkan.
Nyaris saja terjadi baku hantam jika teman-teman yang lain tidak segera melerai mereka.

**
Air mata gadis itu dengan cepat mengundang perkelahian.
Dan gadis itu baru menyadarinya hari ini. Ketika dia menghabiskan berbelas-belas menit untuk menangis.
Benar. Dia menangis cukup lama, sehingga teman-temannya juga ikut pulang lebih lama hanya untuk menenangkannya yang terisak, membuatnya lagi-lagi merasa bersalah.
Karena menanggung rasa bersalah itu, amat berat baginya. 


The Existence



Assalamu'aikum warrahmatullahi wabarakaatuh..
Apa kabar Rainer's? Sehatkah? :)

Hari ini saya mau posting sebuah potongan cerpen. Jadi di cepen ini ceritanya Rayna adalah seorang anak dari sebuah keluarga kaya. Namun entah kenapa kehadirannya tak pernah diharapkan oleh keluarganya sendiri, padahal selama ini dia selalu berusaha bersikap baik dan tak pernah mengeluh. Tapi tetap aja sang keluarga benci setengah mati sama gadis baik ini. 

Jadi, entah kenapa saya tiba-tiba terpikir untuk membuat potongan adegan ini. Adegan dimana semua tangis yang ditahannya selama ini pecah. Hahaha.. terkadang ide di kepala saya memang nggak masuk akal dan sering nggak tau tempat. Mana munculnya cuma setengah lagi -,- 
Hahaha..
Pokoknya maafkan ketidakjelasan tulisan ini ya, salahkan saja inspirasi di kepala saya yang hanya nongol setengah, kemudian ngilang -__-

Hahahhaa, selamat membaca~



The Existence


Gadis itu termenung di hening kamar. Memeluk lutut yang tertekuk sambil menatap kosong ke arah dinding polos bewarna putih di hadapannya.

Terdengar dentingan sendok dan piring di kejauhan. Seperti biasa, keluarganya tengah menyantap makan makam bersama. Tanpanya.

Gadis itu tahu, bahkan tanpa ada seorangpun yang memberitahunya.
Kehadirannya tak diinginkan.
Keberadaannya tak diperlukan
Kedatangannya tak dibutuhkan.

Mungkin tidak masalah jika hal ini diterimanya dari orang lain. Dia mungkin masih bisa bersabar dan tetap memasang senyum di setiap langkahnya.

Tapi bagaimana jika kali ini dia berhadapan dengan keluarganya sendiri. Orang-orang terdekat yang harusnya mengerti dirinya dengan baik. Bukankah dia juga bagian dari keluarga ini? Tapi kenapa seluruh keluarga bahkan menginginkannya tak tercipta.

Gadis itu tahu bahwa dia bahkan tidak memiliki keistemewaan apapun. Setidaknya dia cukup tahu diri untuk menyadari bahwa dia tidak memiliki sesuatu apapun untuk dibanggakan.

Tapi gadis itu yakin bahwa dia sudah bekerja keras. Dia yakin sudah berusaha yang terbaik. Melakukan segala yang dia bisa. Memberikan segala waktu yang dimilikinya. Untuk keluarga ini. Agar setidaknya mereka semua menoleh ke arahnya, dan mulai menyadari kehadirannya.

Tapi ketika semua letih dan kerja kerasnya bahkan tak memiliki makna di dalam keluarga yang dikasihinya, segalanya menjadi berantakan.
Perlahan, dunia mulai terlihat menakutkan.
Perlahan, semua orang berubah mengerikan.
Perlahan, lingkungan menjadi labirin yang menyesatkan.

Kemudian segalanya runtuh.
Kesabaran.
Ketabahan.
Keceriaan.
Bahkan segala impian.

Dan gadis itu tenggelam. Tersesat di antara dalamnya buih lautan.
Tanpa cahaya.
Tanpa sinar.
Tanpa terang.

Gadis itu kemudian menyadari satu hal.
Bahkan jika dia menjadi malaikat sekalipun, takkan pernah ada tempat baginya di keluarga ini.



Kamis, 23 Juni 2016

Allah Knows



Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh...

Selamat malam Rainers  ^.^

Malam ini saya mau sharing sebuah.... hmmm... apa namanya yaah?
Artikel? Bukan.
Cerpen? Juga bukan.
Semacam renungan mungkin?
Yah, mungkin ini bisa kita anggap sebagai sebuah renungan

Sebenarnya tulisan ini berasal dari kakak saya.

Jadi ceritanya, ketika pagi hari saya melihat ponsel, renungan kalbu ini sudah bertengger manis di chat room WA saya.

Dan ketika saya membacanya, saya berpikir "Masyaa Allah, susunan kata-katanya benar-benar luar biasa. Pilihan kata-katanya sangat indah. Menyentuh. Sekaligus mengagumkan."
Saya tidak bosan ketika berulang kali membacanya. Dan saya paling suka pada bagian paragraf pertama. Rangkaian kata-katanya.... bagaimana yaa? Saya benar-benar terpesona dengan bagian ini.

"Dan cermin hati tak lagi jujur tentang siapa diri " <= itu adalah quote favorit saya dari tulisan ini. Ketika saya membacanya, entah bagaimana ada sesuatu yang berbicara di hati saya.

Terpesona.

Mungkin itu kalimat paling tepat untuk menggambarkan perasaan saya saat itu.

Dan ketika saya membaca tulisan itu untuk yang kesekian kalinya, saya berpikir, mungkin akan lebih baik jika saya meng-share-nya di sini.

Jika kakak saya suatu hari melihat dan membaca ini, saya harap beliau bersedia memafkan saya karena memosting ini tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Selamat membaca,,, dan semoga terinspirasi :)

~
~

Ketika menggunungnya dosa merusak kepekaan hati
Ketika nafsu menjerat diri
Ketika jiwa tidak ingat bekal diri dan melupakan Rabbul izati
Bahkan ketika nurani seolah-olah mati
Dan cermin hati tak lagi jujur tentang siapa diri
Serta tak tahu apa yang harus diperbuat untuk perbaiki diri
Satu hal yang harus kau ingat dan akui, Allah Maha tahu,, Allah Maha tahu

Untuk setiap langkah yang terayunkan, Allah tahu
Untuk setiap coretan pena yang tertuliskan, Allah tahu
Untuk setiap kata-kata yang terucap, Allah tahu
Untuk setiap prasangka yang menyapa benak, Allah tahu
Untuk setiap angan dalam pikiran, Allah tahu
Untuk setiap pandang mata yang berkhianat, Allah tahu
Untuk setiap bisikan hati yang tidak diketahui, Allah tahu
Untuk setiap penyakit hati seperti iri, dendam dan dengki, Allah tahu
Untuk setiap ingin hati agar dipuji, Allah tahu
Untuk setiap bisikan hati untuk riya sebelum atau sesudah beramal, Allah tahu
Untuk setiap lintas pikiran ingat orang yang kau nanti, Allah tahu
Untuk setiap rindu yang kau nyanyikan di detak-detik waktu, Allah tahu
Untuk setiap cinta yang kau titipkan di sudut-sudut hatimu, Allah tahu
Untuk setiap pikiran, tenaga, waktu dan air mata karena orang yang kau cinta, Allah tahu
Untuk setiap duka yang ingin kau ubah menjadi suka, Allah tahu
Untuk setiap senyum yang termanis melihat bebintangan, Allah tahu
Untuk setiap mimpi yang menjadi bunga tidur, Allah tahu
Untuk setiap doa yang kau lantunkan dalam sujud-sujud panjang, Allah tahu
Untuk setiap tangis dihening malam, Allah tahu
Untuk setiap istighfar atas segala dosa, Allah tahu
Untuk setiap sujud diujung bumi, Allah tahu
Untuk setiap yang kau pikirkan, Allah tahu
Untuk setiap salah yang kau sengaja ataupun tidak disengaja, Allah tahu
Untuk setiap dosa yang kau tutup rapat-rapat di gelap malam, Allah tahu
Untuk setiap aib diri yang coba kau tutupi dari mata manusia, Allah tahu

Kau mungkin lupa, atau pura-pura lupa, tetapi ingatlah "Wa ma kana Rabbuka nasiyya" Dia lah Allah, yang Maha tahu segala-galanya
Maka "katakanlah" cukuplah Allah menjadi saksi antara aku dan kamu. Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi. (Q.S Al- Ankabut :52)


Whiny Girl Who Lost Her Confidence



16 Mei 2016
Senin

Masalah dan kesedihan seolah enggan pergi menjauh dari dirinya.

Setelah dirinya diterpa berkali-kali dengan kenyataan menyakitkan, Allah memberinya waktu untuk tertawa bahagia.

Tapi dia lupa. Bahwa bahagia takkan bertahan selamanya.

Hari ini perasaan gadis itu menjadi kacau luar biasa. Ada perasaan buruk mengenai keselamatan ayahnya, pikiran kacau mengenai SBMPTN yang menantinya, soal cerdas cermat yang belum selesai dibuatnya, dan laptop kesayangan, yang rusak karena terendam air, tepat dihadapannya.

Tapi dari semua hal buruk itu, ada satu hal yang membuat dadanya terasa sesak tak terkira, yaitu kenyataan bahwa dia tak mampu menjaga amanah ayahnya.

Jika gadis itu kembali mengingat usaha keras ayahnya bekerja siang malam hanya untuk melengkapi kebutuhannya, maka dia, pastilah anak tidak tahu terima kasih yang pernah tercipta.

Dengan mudahnya, dia merusak laptop pemberian ayahnya, yang dulu dibeli dengan harapan agar dia lebih mudah mengerjakan tugas sekolahnya.

Pernah ada suatu masa, ketika dia mulai merasa kepercayaan dirinya menurun ke titik yang paling rendah. Ketika semua benda terlihat menakutkan di matanya. Ketika tangannya bergetar hebat ketika menyentuh segala benda. Ketika segala benda, tak pernah ada yang berakhir baik dalam genggamannya.

Dia pernah mengalami masa itu, masa suram yang membuatnya trauma menyentuh segala benda. Masa suram dimana dia menutup diri dari benda-benda di sekitarnya.

Tapi kemudian dia berhasil lalui semua. Dia bahkan tak ingat bagaimana caranya.

Tapi ketika semua terulang, seolah menyedot kembali segala kenangan dan rasa sakit yang dulu menerpa. Menghadirkan kembali luka masa lalu yang terkubur lama.

Dia selalu berdo’a pada Allah, agar dia tidak membuat orangtuanya kecewa.

Tapi apa daya, segala hal yang dilakukannya, hanya membuat gurat-gurat lelah di wajah tua ayahnya menjadi tak berarti apa-apa.

Dia bahkan membenci dirinya yang saat ini hanya duduk menangis tak berdaya. Bukannya mencari cara mengatasi kekecewaan terhadap dirinya.

Tapi sungguh. Dia ingin berada di posisi ini beberapa saat lebih lama. Memeluk perasaan terluka bersama dirinya. Hingga nanti dia memiliki sedikit kekuatan untuk bangkit berdiri, dan menemukan solusinya.

Rabu, 22 Juni 2016

Andai Saja Engkau Tahu.... Ibu



Assalamu'alaikum Rainers ^^

Di sore Ramadhan ke-17 ini saya mau berbagi cerita. Boleh kan yaa? :)

Jika kita berbicara tentang 17 Ramadhan tentu pikiran kita tidak jauh-jauh dari Nuzulul Qur'an. Why? karena pada hari inilah Al-Qur'an 'dilahirkan' ke atas dunia.
Allah menciptakan 12 bulan dalam satu tahun, dan beruntunglah, sebab Ramadhan diputuskan menjadi bulan lahirnya kitab suci yang paling agung ini.

Seperti kebiasaanya sebelumnya, Ibu selalu memasak sambil sesekali mencuri pandang ke arah televisi, menonton siaran yang saya sendiri pun tidak tahu apa *maaf, karena saya tidak begitu suka menonton televisi u.u*

Kemudian selepas shalat ashar, ibu masuk ke kamar dan mengatakan sesuatu yang berbeda.
"Tadi di tv ada anak yang hafizh qur'an ditanya surga mana yang dia inginkan," mulai ibu sambil duduk di atas kasur.
"Terus dia bilang ingin surga mana yang orangtuanya mau?" tebakku sambil tersenyum.
"Bukan. Dia bilang, dia ingin masuk ke surga sambil menggiring orangtuanya. Ibunya di tangan kanan, dan ayahnya di tangan kiri. dia ingin masuk ke surga dengan cara seperti itu." Jelas ibu dengan semangat menggebu dan kekaguman. 

Saya tahu, di matanya terpancar juga keinginan yang sama. Mungkin beliau berharap agar anaknya juga akan mengatakan hal yang sama jika ditanya dengan pertanyaan serupa.

Dalam hati saya berkata "andai saja ibu tahu, apa isi do'a yang kupinta pada Allah setiap harinya. Andai saja ibu tahu, apa impian paling atas yang terletak dalam daftar panjang impian-impianku." 

Ingin rasanya kuberitahu ia agar jangan khawatir, karena anakmu di sini, bahkan menginginkan sesuatu yang lebih indah dari itu. Anakmu di sini, sedang mengusahakan yang terbaik, agar bisa mewujudkan impian dan doa lirihnya di akhirat kelak.

Tapi kemudian hati menahan kalimat itu terucap.

Biarlah, larikan do'a dan barisan impianku tetap menjadi rahasia untukmu.
Biarlah, setiap do'a dan usahaku menjadi rahasia yang hanya aku dan Allah yang tahu.

Hingga ketika hari itu benar-benar datang, mereka akan menjadi kejutan kecil untukmu.

Maafkan aku ibu.... karena memutuskan menyimpan sebuah rahasia kecil darimu :')




Cinta Luar Biasa dari Para Ayah



Setiap ayah itu mencintai anak-anaknya.  Meskipun sering kali, kasih sayang itu tak terlihat oleh mata. Bukan karena mereka merasa malu, bukan pula karena mereka merasa enggan memperlihatkan kasihnya.

Ayah hanya tak tau bagaimana cara mengungkapkannya.
Ayah hanya tak tau bagaimana cara membuat kita mengerti.
Untuk cintanya yang seluas langit.
Untuk kasihnya yang terbilang rumit.

Atau mungkin...
Ayah lebih suka seperti ini.

Dalam diam, mencintai putra-putrinya yang setiap hari tumbuh besar.
Dalam diam, berdoa di hening malam agar putra-putrinya mencapai angkasa impian.
Dalam diam, bahagia dan bersyukur ketika putra-putrinya sukses mencapai asa.
Dalam diam, membalikkan punggung ketika sebuah air mata jatuh menetes, agar putra-putrinya tetap menjalani hidup dengan hati berseri bahagia.

Dan pada akhirnya, mereka mengungkapkan kasih sayangnya dengan cara yang berbeda. Dengan cara yang menurut mereka benar. Dengan cara yang sukar dipahami. Dengan cara mereka sendiri.

Sama seperti kasihmu yang tak terlihat, aku juga ingin mengungkapkan kasihku dengan cara yang tak terlihat. Setidaknya olehmu.

Biarkan barisan kata ini kelak menjadi saksi. Di sana... di hari yang tiada keraguan akannya.

Ketika mahkota intan berlian berhasil kusematkan.
Ketika jubah emas berhasil kupasangkan.
Dan.. Ketika sebuah istana berhasil kupersembahkan.

Sampai saat itu tiba, biarkan kasih ini tetap diam di sudut hati, dan tetap tertulis dalam barisan kata. Memekar indah tanpa perlu kuucapkan dengan deretan lisan.

Hingga ketika semua umat berkumpul dan ditanya. Aku bisa dengan bangga berkata pada mereka semua, bahwa Allah memberikanku Ayah paling hebat sepanjang masa. Dan aku mencintainya.

Maafkan diriku ayah, yang sering kali tak acuh, atas cintamu yang luar biasa.
Tapi terima kasih ayah, karena tetap memelukku, dengan kasihmu yang berharga.

Semoga balasmu surga, wahai para ayah :)




[Drama] Batu Belah Batu Betangkup

Assalamua'alaikum ^^
Hallo Rainer's di sore yang panasnya a'udzubillah ini -_- saya mau mosting sebuah drama yang berjudul "Batu Belah Batu Betangkup"


Sebenarnya ini drama buat tugas Seni Budaya saya, tapi karena udah selesai di tampilkan dan mendapatkan respon yang baik dari guru dan juga teman-teman, saya jadi pengen mosting di sini, semoga bermanfaat yaa ^^



#p.s. naskah drama ini asli buatan saya lho, yah meskipun ada beberapa yang saya kutip dari orang lain '.' ._. hehehe :D 




Batu Belah Batu Betangkup

Cast :
  • Peggy Susiana as Mak Minah
  •  Adi Prasetyo as Narator
  • M. Reza  as Batu 2 dan Batu 4
  • Brillant. M. Ayassh as Batu 3  dan Teman Bermain 1
  • Syahidal as Anak Kedua = Dulang
  • Suci Fitriani (ME) as Anak Pertama = Dayang
  • Aldy Setiawan as Batu 1
  • Muthia Febrinal  as Anak Ketiga = Diyang
  • Dian Wulandari as Tetangga 1
  • Mega Nurjannah as Tetangga 2
  • Tasyah as Teman Bermain 2
  • Andre Pratama as Teman Bermain 3 dan Batu 5


Script.

Pade zaman dulu, di sebuah dese bername Indragiri Hilir hiduplah seorang jande bername Mak Minah yang hidup bersame ketige anaknye. Mereke hidup serba kekurangan. Suami Mak Minah dah lame meninggal dunie. Kehidupan Mak Minah sungguh menyedihkan, penderitaan hidupnye setelah suaminye meninggal di persulit oleh ketige anaknye yang selalu bersikap kasar padanye.

Mak Minah bekerje sebagai pencari kayu bakar, di umurnye yang dah tue pekerjaan ni jadi susah sangat untuknye. Dan ketige anaknye tak pernah mau membantu Mak Minah mencari kayu bakar di hutan. Kerje mereke hanya mengeluh dan membuat Mak Minah menangis.

Suatu hari, ketige anak Minah menageh bende-bende mahal yang tak mampu di beli Mak, akhirnye, ketige anak durhake tu, membentak Mak Minah dan membuat Mak Minah kembali menanges.

Dayang            : “Mak, kapan mak nak belikan aku baju baru, teman aku kat samping rumah tu dibelikan emaknya baju sutra cantik. (Sambil memainkan kukunya)

Dulang             : “Aku juge nak beli sepatu baru. Sepatu aku dah usang.”

Diyang             : “Kalau aku nak beli mainan baru. Dari dulu mak tak pernah belikan aku mainan.”

Mak Minah     : “Nak, rase hati mak pun nak belikan ape yang kalian cakap tu, tapi ape daye, mak tak punye duit.”

Dayang            : “Alah alasan. Bilang je mak tu tak nak kabulkan pinte kami, ye kan?”

Dulang             : “Ntah. Mak ni pelit sangat.”

Diyang             : “Kalau ayah ade, pasti die bise belikan kami ape yang kami nak, tak macam mak.”

Lalu ketige anak itu pun pergi bermain, tanpe memperdulikan emaknye yang menangis sendirian.

Mak Minah     : “Ya Tuhan, ape salah awak ni? Kenape budak-budak awak sendiri bicare macam tu pade hambe.


***


Pade siang berikutnye ketige anak Mak Minah pergi bermain tanpe mau membantu Mak Minah mencari kayu bakar di hutan. Tapi sayangnye tak de yang nak bermain dengan mereke karena mereke miskin.

Diyang                       : “Kami boleh ikut maen tak?”

Teman Bermain 1       : “Eh, ade budak miskin.” (berkacak pinggang)

Teman Bermain 2       : “Merusak suasane je.”

Teman Bermain 3       : “Ntah, dah tak seronok lah.”

Dayang                      : “Hey, kami ni memang miskin. Tapi tak lah nak kami hidup miskin. Kalian salahkan je mak kami tu.”

Dulang                       : “Betul tu. Sebab die lah kami ni miskin.”

Teman Bermain 3       : “Sudahlah. Pergi sane. Kami tak nak main dengan budak macam kau orang.”

Teman Bermain 1       : “Kau orang dengan kami ni berbede, kite tak setingkat lah.”

Teman Bermain 2       : “Betul tu, pergi sane. Permainan ni cume untuk budak kaye macam kami je. Pergi!!”

Dayang dan adik-adiknye pun pergi dari sane dalam keadaan jengkel. Mereke kesal pade ibunye. Mereke kire, mereke hidup miskin karene salah ibunye.

Dayang                      : “Huh, gare-gare Mak, kita tak dapat main dengan budak kaye tu, ini semue salah Mak!!” (Menghentak-hentakkan kakinya)

Diyang                       : “Iye kak, kalau Mak tak miskin, kita pasti bise main dengan budak kaye tu.”

Dulang                       : “Dah lah, kite main setatak di tempat lain je.”

Akhirnye, mereke pun bermain setatak di tempat lain. Mereke main sampai mereke merase lapar. Dayang dan kedue adiknya pun segera pulang kerumah.

Diyang                         : “Kak, Diyang lapa ni.”

Dulang                         : “Dulang pun lapa.”

Dayang                        : “Akak pun dah lapa, jom lah kita balek.”

Setibenye di rumah, ketige anak yang tak tau diri tu makan tanpe memikirkan ibunye yang tengah kelelahan.

Tibe-tibe datanglah tetangge mereke yang kaye raye. Mereke masuk tanpa meminte izin.

Tetangga 1                  : “Ih. Ape tu yang kalian lahap? Makanan tak ade gizi. Saye ade pantun.”
“Ade kucing makan ikan
Rupenye ikan memakan nasi
Budak miskin sedang makan
Makan nasi tapi dah basi”

Tetangga 2                  : “Baju kalian pun buruk sangat. Saye pun punye pantun.”
                                    “Si pak cik sedang berduke
                                    Memakai baju hitam gulite
                                    Cantik nian baju mereke
                                    Sudah lusuh berlubang pule.”

Mak Minah                 : “Kami ni memang miskin. Tapi janganlah orang berade macam kalian ni menghine kami. (Menangis)

Tetangga 2                  : “Dasar orang miskin. Tak bise bergaul dengan orang kaye.”

Tetangga 1                  : “Mari lah balek. Tak tahan awak dengan hawe rumah ni.”

Setelah tetangge mereke pergi, ketige anak Mak Minah kembali menghardik Mak Minah.

Dayang                       : “Itu Mak. Mak dihine oleh tetangge kite yang kaye tu. Ape mak tak malu? Kami malu mak.”

Dulang                        : “Betul tu. Kami malu punye mak macam mak!!”

Mak Minah                 : (Menangis)

Diyang                         : “Mak ni, bise nye cume menangis je.”

Dulang                         : “Dah lah. Masih baik kite pergi bermain.”

Dayang                        : “Hm Betul tu. Jom.”

Mak Minah masih tetap menangis. Dia tak sangke, anaknye bise cakap kasar macam tu.

Mak Minah                   : “Ya Tuhan. Kemarin mereke menghardik hambe karne hambe tak sanggup penuhi pinte mereke. Hamba masih sabar. Tapi sekarang mereke cakap mereke malu punye mak macam hambe. Hambe dah tak tahan.”

Keesokan harinye Mak Minah menyiapkan makanan yang banyak dan segere pergi ke tengah hutan, tempat sebuah batu besar berade. Konon, batu tu dapat terbelah dan menelan manusie. Karena itulah batu itu diberi name “Batu Belah Batu Betangkup”

Mak Minah                 : “Wahai batu betangkup, telanlah aku.”

Batu 1                          : “Kenape aku mesti telan engkau?”

Mak Minah                 : “Aku dah tak sanggup hidup bersame ketige anakku. Mereke kasar dan dah tak nak hormat lagi pade aku. (Sambil Menangis)

Batu 2                          : “Masuklah!”

Batu pun terbelah dan Menelan Mak Minah, yang tersise hanyalah beberape helai rambut Mak Minah.

Sementare itu ketige anak Mak Minah tak peduli dimane Mak Minah. Sepulang bermain, mereke hanye memakan makanan yang siapkan oleh Mak Minah lalu kembali bermain.

Diyang                         : “Kak kemane Mak?” (Celingak-celinguk)

Dulang                         : “Iye kak, kemane Mak? Dari tadi tak ade nampak pun.”

Dayang                        : “Mesti die pegi cari kayu baka kat hutan. Biakan je lah. Nantik die balek lah tu.” (Sambil mengunyah nasi.)

Keesokan harinye, mereke mulai lapar dan makanan yang disediakan Mak pun dah habis.

Dulang                         : “Kak, dulang lapa.” (Mengelus perutnye)

Diyang                        : “Ha’ah lah kak, Diyang pun lapa sangat.” (Ikut-ikutan mengelus perutnya)

Dayang                       : “Same, akak pun lapa sangat. Kemane lah mak ni, sejak kemarin tak  da nampak. Jom lah kite cari mak kat hutan.”

Akhirnye mereke mencari Mak ke hutan. Setelah lame mencari akhirnye mereke menemukan helai rambut mak Minah yang diapit oleh batu betangkup.

Dulang                         : “Akak,akak. Tengok ni. Di depan batu betangkup ni ada selendang.”

Dayang                        : “Ini kan selendang Emak.”

Diyang                         : “Akak, kat batu betangkup ni ade rambut manusie.”

Dayang                        : “Ini kan rambut Mak.”

Dulang                         : “Kenape rambut mak ada di batu ni?”

Diyang                         : “Jangan-jangan Mak ditelan batu betangkup.”

Dayang                        : “Mari kite minte batu betangkup keluarkan emak.”

Diyang                         : “Batu Betangkup, aku mohon keluarkan Emak.” (menangis)

Batu 3                          : “Tak bise. Mak kalian kate, die dah tak sanggup hidup dengan anak durhake macam kau orang.”

Dayang                        : “Kami janji takkan durhake dan cakap kasar lagi pada mak.” (menangis)

Dulang                         : “Iye, kami janji akan membantu mak mencari kayu bakar kat hutan.”

Batu 3                          : “Kalian janji?”

Dayang, Diyang, Dulang         : “Iye, kami janji.” (Serentak)

Batu pun terbuke dan Mak Minah keluar dari dalam batu tersebut. Mereke segere pulang ke rumah mereke di dese. Keesokan harinye, ketige anak mak minah tu benar-benar membantu Mak mencari kayu bakar kat hutan.

Mak Minah                  : “Dayang, Dulang Diyang. Jom bantu mak cari kayu baka kat hutan.”

Dayang, Dulang, Diyang         : “Jom Mak.” (Menggendeng Mak Minah.)

Tapi sayangnye, suatu hari mereke merase lelah mencari kayu baka setiap saat kat hutan. Akhirnye mereke kembali menolak untuk membantu mak Minah dan kembali bersikap kasar pade Mak.

Mak minah                  : “Nak, mari kite cari kayu baka kat hutan.”

Dayang                       : “Tak nak. Kami capek lah Mak. Setiap mase cari kayu baka. Tapi kite tetap tak kaye-kaye.”

Mak Minah                  : “Nak, kite tak boleh mengeluh. Kite mesti berusahe dan berdo’e.”

Diyang                         : “Tak nak lah. Kami mau main je. Lebih seronok.”

Dulang                         : “Betul tu. Kami nak main dulu. Dade Mak. (Mendorong Mak Minah sampai terjatuh.)

Mak Minah tak sangke anaknya kembali durhake kepadenye, karne tak sanggup, Mak Minah kembali pergi ke tengah hutan tempat Batu Betangkup berade.

Mak Minah                 : “Batu Betangkup, telanlah saye.” (Menagis.)

Batu 4                        : “Kenape aku mesti telan engkau lagi?”

Mak Minah                 : “Ketige anakku masih tetap durhake dan tak patuh pade aku.”

Batu 5                        : “Kalau begitu masuklah.”

Batu pun kembali terbuke dan menelan Mak Minah.

Sementare tu, ketige anak Mak Minah segere pulang ke rumah dalam keadaan lapa. Tapi sayang Mak Minah belum sempat menyiapkan makanan untuk mereke.

Diyang                         : “Kak, dimane Mak?”

Dulang                         : “Iye kak, dimane Mak. Dulang lapa sangat ni.”

Dayang                        : “Pasti Mak pergi ke Batu itu lagi, jom kite ke sane.

Dayang dan kedue adiknya pun segere pergi ke hutan tempat batu betangkup berade, mereke kambali menangis dan memohon pade batu betangkup supaye Mak mereke bise kembali.

Dayang                        : “Batu betangkup, kumohon keluarkan Emak.” (menangis)

Batu 1                         : “Kalian memang anak durhake. Kalian butuh Emak kalian hanye saat kalian lapar. Setelah perut kalian kenyang, kalian kembali durhake pada Mak kalian.”

Dulang                        : “Tidak. Kami janji takkan durhake pade Mak lagi.”

Batu 5                         : “Kalian juge berkate macam tu kemaren. Tapi ternyate kalian duste.”

Diyang                         : “Tidak. Kami benar-benar berjanji.”

Batu 1                          : “Tidak!!! Kalian pembohong. Sebagai gantinye aku akan menelan kalian juge.”


Batu betangkup segere menelan mereke bertiga dan masuk kedalam tanah. Sejak mase tu, Batu itu tak pernah muncul lagi. Mak Minah dan ketige anaknye pun tak pernah lagi terlihat.



Jumat, 04 Maret 2016

Puisi - Aku Bukan Manusia Sempurna



Aku Bukan Manusia Sempurna
Oleh: Suci Fitriani

Aku tahu..
Bahwa aku harus bertahan.
Aku tahu..
Bahwa aku harus menjalani hariku dengan rasa sakit itu,
Hingga aku mulai terbiasa..
Dan tak lagi merasakan sakit.. yang nyaris membunuhku.

Aku coba untuk bertahan..
Bertahan menjalani hari dengan segala rasa sakit itu..
Aku mampu bertahan..
Dengan segala sabar yang kumiliki..

Namun, sering jarum jam terus berputar..
Sabar yang kumiliki mulai menipis..
Hingga akhirnya benar-benar menghilang..

Aku memang tak setegar yang kau kira..
Aku memang tak sebaik yang kau bayangkan...
Aku bahkan tak sepintar yang kau pikirkan...

Aku tahu..
Orang lain juga tahu..
Bahka surga pun tahu..
Bahwa aku..
Bukanlah manusia yang sempurna.