Friday
07.09 AM
At Class, School.
“Selamat pagi Anak-anak,” sapa ibu Risa, wali kelas kami.
“Pagi buuuuk,” jawab kami serempak.
“Pagi ini kalian mendapatkan teman baru. Ayo nak, mari masuk,” ujar ibu Rina memberitahu sambil mengajak masuk seorang murid perempuan.
“Ayo perkenalkan dirimu.”
“Assalamu’alaikum teman-teman,” sapanya sambil tersenyum tipis.
“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatu,” jawab seluruh kelas serempak.
“Perkenalkan, nama saya Rayna Islami. Kalian semua bisa panggil saya Rayna. Saya harap kita semua dapat berteman dengan baik. Mohon bimbingannya,” ujarnya memperkenalkan diri sambil terus memasang senyum yang sejak tadi tak pernah luntur.
Aku hanya bisa terpaku memandang gadis di depanku. Bukan karena dia begitu cantik sehingga membuat semua lelaki di kelas ini menjadi terpesona. Bukan juga karena dia begitu manis sehingga menjadi pusat perhatian seluruh gadis di kelas ini.
Hanya saja, ada sesuatu yang membuatku terpaku.
Wajah gadis ini begitu berbeda dari kebanyakan gadis lain yang pernah kutemui. Cara ia tersenyum, cara ia menyapa kami semua dengan ucapan salam halus yang meluncur dari bibir tipisnya, cara ia menggunakan kerudungnya yang dalam yang ia jujulurkan hingga menutupi dada. Semuanya berbeda.
Wajahnya teduh.
Mungkin wajah paling teduh yang pernah kulihat.
Dan yang semakin membuat mulutku terbuka lebar adalah ternyata dia adalah gadis yang kulihat kemarin. Karena tiba-tiba saja dia tersenyum padaku sambil melambaikan tangannya.
Ternyata dugaanku benar. Gadis ini adalah siswa baru di sekolah ini.
Dan entah kenapa saat melihat wajahnya, mendadak aku diliputi perasaan aneh. Sebuah perasaan kagum yang menuntunku ke sebuah jalan lurus milik Sang Ilahi.
***
“Assalamu’alaikum. Nama kamu siapa?” sapa Rayna dari arah samping.
Yap. Setelah perkenalan singkat tadi, ibu Risa menyuruh gadis berkerudung berwajah teduh ini untuk duduk sampingku. Waaahh, senangnya dapat teman baru.
“Wa’alaikumsalam. Namaku Kayla. Kayla Andini.”
“Masya Allah. Namanya bagus sekali.”
“Terimakasih.”
Gadis itu hanya menjawabanya dengan senyum simpul dan mengarahkan pandangannya ke depan kelas. Dan sebentar lagi pelajaran guru paling killer di sekolah ini akan dimulai.
***
Semua murid mendadak diam saat Bu Kartini atau yang biasa di panggil Ibu Tini menginjakkan kakinya ke dalam kelas. Seperti biasa, beliau selalu menenteng buku Kimia di tangan kanannya dan menggenggam sebatang rotan di tangan kirinya.
Sudah jadi rahasia umum bahwa ibu Tini ini terkenal ganas. Saat beliau mengajar, tak ada seorang pun yang berani berbicara ataupun menyela. Saat ada murid yang mengantuk atau sudah sampai pada tahap tertidur, bu Tini akan menghentakkan rotan yang selalu di bawanya itu ke papan tulis dengan tenaga penuh. Dan murid yang tertidur itu, dijamin akan langsung meloncat dari dunia mimpinya yang indah menuju dunia nyata yang mengerikan karena disambut oleh teriakan spektakuler dari seorang guru yang terkenal ganas di sekolah ini.
Karena itulah, saat bel pergantian belajar berbunyi, para murid serentak mengusap dadanya lega, dan memijat pundak mereka yang tegang karena harus selalu melihat ke depan saat pelajaran ibu Tini.
“Kayla, Rayna boleh bertanya sesuatu tidak?”
“Tentu. Ingin bertanya apa?”
“Apa seragam sekolah disini memang ... ng ...”
“Tidak menggunakan kerudung maksudnya.”
Dia mengangguk.
“Ya. Apa peraturannya memang seperti itu. Apa memang harus menggunakan kemeja lengan pendek dan rok sebatas lutut?” tanyanya cemas.
“Setahu Kayla sih memang begitu,” jawabku sekenanya. Karena aku memang tak pernah melihat siswa sekolah ini menggunakan seragam yang tertutup. Lagi pula seragam dinas guru-guru pun juga tidak menggunakan kerudung
“Kalau begitu, bagaimana dengan Rayna. Rayna tidak mau menggunakan seragam seperti itu,” ucapnya sedih.
“Coba saja tanya sama ibu Risa. Siapa tahu ibu Risa bisa kasih solusi,” ujarku memberi saran.
“Ng, Afwan, eh maksudnya maaf,” ralatnya saat melihat wajah bingungku mendengar kata ‘afwan.’
“Bisa tidak antarkan Rayna kesana. Soalnya Rayna tidak tahu ruang majelis guru.”
“Tentu saja. Mari Kayla antar.”
“Terima kasih. Maaf merepotkan.”
“Sama-sama. Hahaha. Tidak apa-apa kok.”
***
Saat menuju ruang majelis guru, aku dan Rayna mendadak menjadi pusat perhatian. Sudah pasti bukan aku yang diperhatikan, tapi Rayna. Karena murid-murid di sekolah ini pasti sedikit asing dengan penampilan Rayna yang berpakain tertutup. Tapi hebatnya, Rayna sama sekali tidak merasa terganggu oleh pandangan para siswa itu. Dia tetap melangkah dengan anggun meskipun kakinya ‘dililit’ oleh sebuah rok panjang sampai ke mata kaki.
Lamunanku terhenti saat kami tiba di ruang majelis. Aku langsung menuntun Rayna ke meja ibu Risa dan menyampaikan keluhan mengenai seragam sekolah. Dan ibu Risa dengan senang hati membantu Rayna.
“Baiklah Rayna. Ibu mengerti. Nanti akan ibu tanyakan pada kepala sekolah dan guru kesiswaan, semoga saja sekolah mengizinkan kamu untuk terus berpakain tertutup seperti ini.”
“Syukurlah. Terima kasih banyak bu.”
“Iya, sama-sama.”
To Be Continued
***
0 komentar:
Posting Komentar