09.00 PM
Kayla’s Home, at bed room.
Sebagai wanita muslimah aku tahu kewajibanku untuk berhijab dan selalu menutup rapat auratku. Tapi sayangnya aku masih belum punya kemauan untuk berhijab. Padahal hijab itu yang paling penting dari seorang wanita. Aku tahu hal itu, tapi entah kenapa rasanya sulit sekali untuk melaksanakannya. Ditambah lagi seragam sekolah yang memang tidak menuntut para siswa untuk menggunakan kerudung. Aku jadi semakin jauh dengan hijab.
Tapi saat melihat Rayna, aku merasakan sesuatu yang aneh. Aku merasa seperti disihir oleh hijabnya. Seolah hijabnya memerintahkanku untuk turut menutup rapat auratku.
Dan sejak melihat wajah teduhnya yang dibingkai oleh kerudung. Hatiku seakan tergerak untuk menutup rapat auratku dan berfikir ulang mengenai pakaian yang pantas digunakan oleh seorang wanita.
Tanpa sadar, aku beranjak ke lemari pakaianku dan mengambil sebuah kerudung pemberian nenekku saat ulang tahunku yang kesepuluh. Beliau ingin sekali melihatku menggunakan hijab sepertinya. Tapi saat itu aku menolak untuk mengikuti keinginannya.
Kerudung itu berwarna turquoisedengan hiasan bunga dan kupu-kupu di pinggirnya. Modelnya cukup panjang dan melewati hingga dada.
Aku menggunakan kerudung itu dan memandang diriku sendiri di depan cermin. Aku terlonjak kaget saat menyadari bahwa aku tak mengenali pemilik wajah yang terpantul di cermin saat ini.
Apa itu aku? Benar itu aku. Aku cukup yakin mengatakan bahwa gadis yang menggunakan kerudung berwarna turquoiseitu adalah aku. Hanya saja, aku tak menyangka bahwa wajahku akan berubah sedrastis ini. Tampak lebih cerah dan... teduh.
Kemudian aku mencoba menggunakan gamis polos berwarna biru laut pemberian ibuku. Baju ini masih sangat bagus karena memang tak pernah kukenakan sekali pun.
Dan saat gamis ini melekat di tubuhku, mendadak aku merasakan nyaman yang tak bisa kugambarkan seperti apa rasanya. Hanya saja, aku cukup percaya diri untuk mengatakan bahwa rasanya aku seperti dilindungi. Dilindungi oleh pakaian memang terdengar konyol, tapi seperti itulah kenyataannya. Aku merasa seperti dilindungi oleh ibuku, nenekku, dan juga... Allah SWT.
***
One week Letter
06.56 AM
At Class, School.
Sejak menggunakan gamis malam itu. Aku sering melamun. Aku ingin segera menggunakan kerudung dan berhijab. Tapi aku takut dengan reaksi orang-orang di sekitarku. Apa yang akan mereka pikirkan tentang aku yang awalnya berpakain terbuka, mendadak berpakain tertutup. Mereka pasti akan berpikiran buruk dan akan menggosipkanku. Belum lagi, aku masih belum tahu, apa sekolah mengizinkan seragam yang tertutup seperti seragam Rayna.
“Kayla,” tegur seseorang mengakhiri lamunanku.
“Eh, oh, ah, iya Bu?” tanyaku kaget saat menyadari ternyata Ibu Risa yang menegurku.
“Kenapa melamun? Ada masalah, ya?”
“Hehehe... Tidak kok. Ng, ada apa ya, Bu?” tanyaku penasaran. Kenapa ibu Risa datang ke kelas dan mendatangiku?
“Kemana Rayna?”
“Rayna belum datang. Memangnya kenapa, Bu??”
“Oh tidak apa-apa. Ibu hanya ingin menyampaikan bahwa Rayna diizinkan untuk menggunakan seragam yang tertutup. Tetapi corak seragamnya harus sama dengan corak yang sudah ditentukan oleh sekolah.”
“Oh begitu. Ya sudah, biar saya yang sampaikan.”
“Baiklah, terima kasih ya, Kayla.”
“Iya, sama-sama.”
***
“Assalamu’alaikum,” sapa seseorang kembali mengagetkanku.
“Eh, Wa’alaikum salam.”
“Kayla kenapa melamun?”
“Tidak apa-apa kok. Oh iya, tadi ibu Risa datag cari kamu. Dia bilang kamu diberi izin untuk menggunakan seragam yang tertutup, tapi dengan syarat coraknya harus sama dengan corak sekolah ini.”
“Benarkah?” tanyanya berbinar-binar.
Aku mengganggukkan kepalaku sekilas. Sepertinya dia benar-benar senang sekali bisa menggunakan kerudung. Mungkin aku bisa menceritakan kendalaku padanya.
“Alhamdullillah, syukurlah,” ucapnya lega.
“Hmmm, Ray, boleh tanya sesuatu, tidak??”
“Tentu.”
“Begini. Aku sudah memutuskan ingin menggunakan kerudung, tapi...”
“Benarkah? Subhanallah. Aku turut senang, Kay,” serunya histeris memotong ucapanku.
“Ng tapi ada sedikit kendala, aku sedikit takut dengan reaksi orang-orang disekitarku.”
Dan reaksi yang kudapatkan sangat mengejutkan. Dia tertawa. Gadis ini tertawa. Memangnya apa yang lucu?
“Kenapa tertawa?”
“Ah, maaf. Tapi kendala yang kamu alami persis seperti aku dulu.”
“Jadi, kamu juga pernah mengalami kendala saat berhijab?”
“Iya.”
“Lalu gimana cara kamu mengatasinya?”
“Entalah. Aku juga tidak ingat. Yang pasti saat itu, keberanianku mulai muncul saat sesuatu yang menakutkan datang padaku.”
“Memangnya apa yang terjadi?”
“Ceritanya panjang. Tapi intinya, saat itu aku hampir dilecehkan oleh kakak kelasku, tapi untung saja aku sempat diselamatkan sebelum pria bejat itu melakukan sesuatu yang buruk pada tubuhku,” ungkapnya murung dengan suara bergetar.
“Saat itu, aku baru saja kelas satu SMP dan menginjak masa pubertas. Jadi yang aku lakukan adalah bergaya sana-sini seperti teman-temanku yang lainnya. Dan ternyata yang kudapatkan adalah hal mengerikan seperti itu,” ceritanya dengan mata berkaca-kaca mengenang kembali masa menyakitkan itu.
“Lalu? Siapa yang menyelamatkanmu?”
“Entahlah. Kurasa dia kakak kelasku. Aku tak sempat mencari tahu. Karena setelah kejadian itu, aku minta pindah sekolah ke kampung halaman ibuku dan tinggal disana bersama nenekku. Aku bahkan tidak tau siapa nama wanita yang menyelamatkanku itu. Yang ku ingat hanyalah wajahnya yang teduh. Dia menggunakan kerudung. Saat menenangkanku di ruang UKS dia sempat menasehatiku agar bila besar nanti menutup auratku. Karena dia tidak bisa berlama-lama menemaniku, aku hanya bisa mengucapkan terima kasih dan tidak sempat mencaritahu tentangnya, karena keesokan harinya, aku segera pindah sekolah,” ceritanya panjang lebar dengan mata menerawang, kurasa dia mencoba mengingat lagi wajah sang kakak kelas itu.
“Dan saat bersekolah di kampung halaman ibuku, aku memutuskan untuk menggunakan kerudung dan berhijab seperti yang disarankan oleh kakak itu. Aku juga tidak mau kejadian seperti itu terulang kembali. Dan ternyata, menggunakan kerudung dan berhijab sangat menyenangkan. Aku merasa seperti terlindungi oleh pakaian tertutup seperti itu.”
Rayna mengakhiri ceritanya dengan senyum tipis. Wajahnya yang terlihat sedih beberapa saat yang lalu entah menguap kemana. Dan entah kenapa aku merasa pemikiran Rayna sedikit serupa dengan pemikiranku. Kami sama-sama berfikir bahwa pakaian tertutup itu terasa seperti melindungi.
To Be Continued
***
0 komentar:
Posting Komentar